Thursday 28 May 2009

KENDALA EKSPOR BERAS

Ternyata tidak mudah untuk mewujudkan ekspor beras. Kesungguhan pemerintah untuk mulai mengekspor beras kualitas premium ternyata terbentur banyak kendala. Meskipun sudah ada 9 perusahaan yang sudah memperoleh rekomendasi melakukan ekspor, namun diperkirakan tidak semuanya bisa merealisasikan ekspor dalam waktu dekat. Oleh karena itu target ekspor beras sebanyak 100.000 ton diperkirakan tidak akan tercapai, bahkan mungkin gagal terealisasi.
Salah satu kendala terberat adalah harga beras premium di pasar internasional yang tidak begitu kompetitif. Di pasar dunia beras premium saat ini berada pada kisaran harga 400 dollar AS per ton atau sekitar Rp 4.320 per kilogram. Padahal harga beras di pasar lokal saat ini berkisar antara Rp 4.000 – Rp 5.000 per kilogram sehingga margin keuntungan yang diperoleh pedagang sangat tipis. Tipisnya keuntungan ini yang membuat banyak pengusaha harus berpikir seribu kali untuk melakukan ekspor beras.
Kendala lain yang dihadapi adalah kompetisi yang cukup ketat dengan negara produsen beras lain, seperti: Thailand dan Vietnam. Kedua negara itu selama ini telah menjadi negara ekportir beras yang menguasai pasar dunia sehingga peluang Indonesia untuk memasuki celah pasar dunia relatif tipis. Apalagi kedua negara itu selama ini juga sudah bermain di segmen pasar beras premium.
Oleh karena itu ada usulan agar Indonesia menciptakan segmen pasar sendiri berupa beras aromatik. Beras jenis ini cukup prospektif dikembangkan dan peluang pasar dunia juga lebih terbuka dibandingkan beras premium.
Semua kendala yang dihadapi kita harapkan tidak membuat surut langkah pihak-pihak yang telah mempersiapkan ekspor beras, karena ekspor beras kali ini memiliki makna yang lebih luas dari sekedar menjual beras ke luar negeri.
Langkah ekspor beras ini seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek bisnis semata, tetapi juga harus dilihat dari aspek kebanggaan nasional. Mengubah status sebagai negara pengimpor beras terbesar menjadi pengekspor beras tentu akan memberi kebanggaan tersendiri bagi bangsa dan rakyat. Bagi sektor pertanian nasional hal ini juga akan memberi suntikan semangat baru berupa bukti prestasi luar biasa di bidang produksi beras. Diharapkan prestasi ini bisa menjadi contoh sub sektor lainnya.

Tuesday 26 May 2009

Solusi Dasar Masalah Pangan 2035

Dengan tingkat konsumsi perkapita seperti sekarang ini, 135 kg per kapita per tahun, pada tahun 2035 kita membutuhkan sekitar 50 juta ton beras. Artinya kita membutuhkan sawah dengan produktivitas rata-rata 5 t/ha GKG seluas 11 juta ha.
Kendala peningkatan produksi
Penambahan areal sawah sangat sulit dilakukan.
Suplai air juga semakin berkurang. Usaha-usaha melalui penelitian dan manajemen untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan air menjadi sangat krusial pada masa mendatang karena terjadi kompetisi antara pertanian dan non pertanian.
Sistem pertanian kita semakin gurem sehingga perlu ada reorganisasi pertanian agar petani dapat bekerja pada skala yang lebih ekonomis.
Sulit meningkatkan produktivitas dari 4.6 t/ha GKG. Kalau dibandingkan dengan negara lain produktivitas petani Indonesia sudah cukup tinggi.
Hambatan dari luar pertanian dengan adanya global warming, seperti kebanjiran, kekeringan, ledakan hama dan penyakit.

Solusi pokok yang perlu dilakukan
Mengurangi konsumsi beras per kapita sehingga pada tahun 2035 konsumsi dapat ditekan 60% (atau 2%/tahun). Harus ada keberanian Pemerintah membiarkan harga beras relative tinggi dibandingkan harga pokok lain. Dengan kata lain pengurangan konsumsi beras harus diiringi dengan diversifikasi ke produk non beras. Hal ini berarti diperlukan inovasi-inovasi pengolahan dan penyajian produk pangan non beras agar lebih bergizi, bergengsi, dan lebih murah.
Nilai absolut pertambahan penduduk Indonesia masih besar walaupun pertumbuhannya sudah menurun. Oleh karena itu usaha-usaha untuk mengurangi pertambahan penduduk harus lebih digiatkan sampai mendekati zero growth.
Dengan dua pendekatan ini tekanan terhadap peningkatan produktivitas dan perluasan areal panen menjadi lebih berkurang.