Thursday 27 March 2008

Harga Beras Merangkak Naik, So What?

Wageningen, 24 Maret 2008.
Di pasar international harga beras mulai melonjak, menyentuh 700 dolar AS per ton, tiga kali lipat harga lima tahun lalu. Tapi, Perum Bulog dan Departemen Pertanian (Deptan) optimistis menghadapi keadaan itu.
Direktur IRRI, Robert Zeigler, mencemaskan dampak kenaikan harga beras terhadap negara-negara pengimpor. Secara khusus, ia menyebut negara-negara Afrika--yang mengganti makanan pokoknya dengan beras--dan Indonesia. Ia khawatir melihat Indonesia yang masih terseok memenuhi kebutuhan, sementara pada saat yang sama dilanda banjir.
Awal Maret lalu, harga beras di Thailand, yang selama ini menjadi indikator global, naik dari 400 dolar AS menjadi 500 dolar AS per ton. Pejabat berwenang di Thailand memperingatkan harga beras dapat meroket hingga 1.000 dolar per ton.
Kenaikan harga beras disebabkan produsen beras utama, seperti Vietnam dan India, telah membatasi ekspor. India, misalnya, telah meningkatkan harga ekspor berasnya menjadi 750 dolar per ton, sementara Vietnam--produsen terbesar ketiga yang sedang menghadapi gangguan panen--memperlambat izin ekspor beras.
Zeigler mengatakan, saat ini terdapat dua miliar penduduk, namun area pertanian tidak bertambah. Investasi pemerintah untuk infrastruktur pertanian, termasuk irigasi, merosot hingga setengahnya dibanding masa Revolusi Hijau. ''Dunia meminta tambahan pangan tanpa memikirkan dari mana semua kebutuhan ini akan terpenuhi,'' katanya.
Direktur Utama Perum Bulog, Mustafa Abubakar, mengungkapkan kenaikan harga beras dunia yang dilansir IRRI tak akan memengaruhi harga beras dalam negeri. Harga beras dalam negeri hanya naik tipis, yakni tujuh persen. Bahkan, Februari lalu, justru mengalami deflasi.
Sejak Agustus 2007 hingga pertengahan Februari 2008, kata Mustafa, tren kenaikan beras mencapai tujuh persen. ''Pertengahan 2008 ini harga beras dunia akan menemui keseimbangan baru,'' jelasnya.
Mustafa setuju jika produksi beras digenjot akibat kenaikan harga beras dunia. Sisi positifnya, pemerintah akan berpikir ulang untuk mengimpor karena harga beras dunia lebih mahal dibanding harga beras dalam negeri.
Menteri Pertanian, Anton Apriyantono, optimistis produksi beras nasional pada 2008 naik lima persen. Kalaupun ada lahan sawah yang puso, jumlahnya relatif kecil, yakni hanya 300-400 ribu hektare. ''Jumlah sebesar itu tidak memengaruhi produksi beras dalam negeri.''
Dirjen Tanaman Pangan Deptan, Sutarto Alimpeso, mengatakan tahun ini diperkirakan Indonesia mengalami surplus 2 juta ton setara beras. ''Dengan demikian, tahun 2008 kita kembali swasembada beras. Pemerintah dipastikan tidak membuka keran impor,'' katanya saat panen padi hibrida di Banjarnegara, Jateng.
Didik J Rachbini, pengamat ekonomi yang juga wakil ketua Komisi X DPR, mengatakan ada dua hal yang harus dilakukan pemerintah menyikapi kenaikan harga beras dunia. Pertama, meningkatkan produktivitas padi dalam negeri. Kedua, mendorong program diversifikasi pangan.
''Pemerintah harus meningkatkan produk pangan alternatif pengganti beras sehingga tidak terpaku pada beras. Sebab, harga beras dunia akan terus naik,'' katanya.
Untuk alternatif yang pertama Pemerintah harus segera memperbaiki infrastruktur irigasi, seperti saluran drainase pertanian agar tanaman padi terhindar dari banjir kiriman dari hulu sungai dan produktivitas padi meningkat dengan perbaikan aerasi tanah.