Dari berbagai media cetak varietas padi “super toy” diberitakan dapat menghasilkan 14,6 t/ha gabah kering panen (GKP) pada panen pertama; 19 t/ha pada panen kedua (ratun pertama), dan panen ketiga (ratun kedua) 11,2 t/ha, sehingga total hasil mencapai 45 t/ha GKP. Varietas tersebut ‘ditemukan’ oleh Centra for Food Energy and Water Studies atau Cefews, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bawah naungan Gerakan Indonesia Bersatu (GIB). Varietas tersebut mempunyai tinggi 1,5-1,7 m. Menurut berita tersebut Varietas Supertoy ada 4 jenis yaitu Supertoy HL 1, Supertoy HL 2 dan Supertoy HL 3 untuk lahan berpengairan teknis, sedangkan ‘Kencono Wungu’ untuk lahan berpengairan terbatas (setengah teknis). Varietas tersebut diuji coba di Desa Grabag, Kabupaten Purworejo, seluas 103 ha.
Hasil gabah kering yang diberitakan ternyata juga merupakan hasil perhitungan teoritis dari bobot per malai atau rumpun seperti tercantum dalam proposal yang mereka ajukan. Satu malai dengan 180 butir bobotnya 11,3 gram, yang berarti bobot 1000 butirnya 62,7 gram. Hal yang mustahil. Dalam perhitungannya setiap m2 berisi 9 titik =18 rumpun dengan bobot gabah 220 gram/2 rumpun, sehingga dalam 1 m2 diperoleh 1980 gram, dibulatkan menjadi 2 kg/m2, dan dalam 1 ha diperoleh 20000 kg atau 20 ton. Masih dikurangi penyusutan 5% tinggal 19 ton, dan dikurangi karena kehampaan 20%, menjadi 15,2 ton. Dalam kenyataannya hasil yang diperoleh dari ubinan hanya sekitar 3,2 – 3,5 t/ha.
Pada tanggal 17 April 2008 padi Supertoy di Desa Grabag ”dipanen” oleh Bapak Presiden RI dan dihadiri oleh sejumlah menteri. Panen oleh pejabat dilakukan tanpa melakukan ubinan untuk mengetahui perkiraan hasil dari varietas yang dipanen. Selanjutnya, pada hari Minggu 20 April 2008, pelaksanaan ubinan ‘Supertoy’di Desa Grabag dilakukan oleh petugas, disaksikan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo dan staf. Dari tiga lokasi ubinan dengan luas masing-masing 2 m x 5 m (90 rumpun) menghasilkan 3,2 sampai 3,5 kg gabah kering panen. Hasil ubinan tersebut menunjukkan bahwa hasil per hektarnya hanya 3,2 sampai 3,5 t/ha gabah kering panen, jauh lebih rendah dari apa yang diberitakan sebelumnya 14,6 t/ha.
Pada bulan-bulan sebelumnya, berawal dari kunjungan ke areal pengujian di desa Grabag yang baru tanam ‘Supertoy’ dengan bibit berumur lebih dari satu bulan, telah diduga oleh salah satu pemulia padi Dr. Buang Abdullah bahwa ‘Supertoy’ adalah varietas padi lokal. Beliau bertemu dengan orang tua Sdr. Tuyung Supriyadi, ”penemu” varietas Supertoy. Di rumah Sdr.Tuyung diperlihatkan malai-malai ‘Supertoy’yang ternyata mirip malai Rojolele. Dugaan semakin kuat bahwa ’Supertoy’ adalah Rojolele setelah melihat pertanaman ’Supertoy’ yang sedang dipanen dan di sebelahnya ada tanaman ratun. Tanaman tinggi, daun hijau muda terkulai, leher malai panjang berwarna keunguan, gabah sedang, berbulu, dan beras wangi.
Informasi dari salah satu anggota kelompok Tuyung menyebutkan bahwa ‘Supertoy’ adalah hasil perkawinan Rojolele dengan Pandanwangi. Informasi ini juga dapat dilihat pada ”Proposal” yang diajukan oleh Sdr. Tuyung Supriyadi (terlampir) bahwa varietas Supertoy adalah perkawinan antara Rojolele dan Pandanwangi. Namun dengan cara yang mereka sebut sebagai ”teknologi pengawinan air, yang diikuti dengan teknologi hormon dan enzim”. Dengan teknik tersebut, benih varietas Rojolele dan Pandanwangi direndam selama 144 jam dan selanjutnya diperam selama 12 jam, lalu ditanam secara acak, dan pada umur 30 hari, bibit dicabut dan diikat, lalu akar bibit dicuci dengan air yang sudah diberi hormon Auxin, sitokinin, giberelin, lisin, dan enzim Jalasutera. Selanjutnya bibit yang akarnya sudah bersih, ditanam pada lahan yang telah mengandung jamur Gliocladium. Dari cara penanaman seperti ini akhirnya diperoleh varietas yang disebut Supertoy. Dalam sejarah pemuliaan tanaman cara penyilangan seperti itu baru kami dengar dan sangat sangat tidak masuk akal. Penanaman berdampingan dua varietas tanaman menyerbuk sendiri yang berbeda dan berumur berbeda, juga sangat mustahil akan terjadi persilangan. Persentase penyerbukan silang (outcrossing) pada padi (tanaman menyerbuk sendiri) hanya sekitar 0,05%, itupun apabila kedua tanaman tersebut berbunga bersamaan. Apalagi dalam waktu yang relatif singkat telah diperoleh varietas Supertoy yang dalam kenyataan sebenarnya adalah varietas Rojolele yang menyerbuk sendiri. Dalam proses pemuliaan padi, untuk mendapatkan suatu varietas melalui hibridisasi atau perkawinan diperlukan waktu minimal 5 sampai 15 tahun.
Observasi visual pertanaman yang siap dipanen (bulirnya menguning/fase generatif) di Grabag, varietas ‘Supertoy’ juga menunjukkan sifat-sifat varietas lokal Rojolele, tanaman tinggi (± 1,7 m), sehingga di lokasi yang subur tanaman rebah sehingga beberapa rumpun diikat untuk menjaga supaya tetap tegak, daun panjang terkulai, tangkai malai panjang berwarna keunguan, malai panjang tapi gabah jarang, gabah sedang/agak bulat dan berbulu. Jumlah anakan produktif per rumpun di lahan kurang subur 10–15 batang, di lahan subur 20-23 batang (ditanam 2-5 bibit per rumpun), jumlah gabah per malai 126-186. Tanaman sedang dalam masa panen, berumur kurang lebih 5 bulan (150 hari dari semai) atau 4 bulan (120 hari dari tanam).
Pemberitaan di Kedaulatan Rakyat Minggu Pon, 20 April 2008 dengan judul ”Super Toy Perpaduan Rajalele dan Pandanwangi”, menyebutkan bahwa padi ini disilangkan melalui ”teknologi enzim” dilakukan dengan pencucian akar, seperti yang telah disebutkan di atas. Informasi lebih lanjut bahwa penyilangan dilakukan dengan menanam kedua tetua (Rojolele dan Pandanwangi) ditanam berdampingan. Enzim yang digunakan adalah sitokinin, gibberilik acid dan sebagainya. Dari info ini, diduga bahwa penemu tidak tahu tentang ilmu pemuliaan ataupun fungsi enzim apalagi penggunaannya. Karena tanaman padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri, tidak akan mendapatkan hasil persilangan dari kedua padi yang hanya ditanam berdampingan. Penggunaan enzim pun digunakan pada akar, tidak ada hubungan sama sekali dengan proses penyilangan.
Sejumlah petani yang hadir pada saat Presiden panen dan tertarik dengan ”supertoy”, antara lain dari Papua, Jawa Barat dan Jawa Timur. Di Madiun panen Supertoy dilaporkan menghasilkan 7 sampai 10 ton per hektar. Namun di Grabag beberapa petani sangat pesimis dengan kenyataan bahwa tanaman rebah, hasil panennya hanya sekitar 3,5 t/ha dan umur tanaman panjang (5 bulan), dan perontokannya sukar. Petani merasa dirugikan dengan penanaman Supertoy karena hasilnya hanya setengah dari hasil padi yang biasanya mereka tanam. Varietas padi unggul yang ditanam oleh petani seperti Ciherang hanya berumur 110-120 hari dari semai, sedangkan Supertoy 120 hari dari tanam atau 150 hari dari semai.
Dari hasil penelusuran dan pengetahuan yang kami miliki, kami berpendapat sebagai berikut:
1) Varietas ‘Supertoy’ adalah varietas lokal ‘Rojolele’, karena mempunyai sifat-sifat padi lokal Rojolele: tanaman tinggi (>1,5 m), daun lebar dan panjang, malai panjang, bertangkai malai panjang dan umur panjang (5 bulan) dari tabur/semai sampai panen. ‘Rojolele’ adalah varietas lokal yang telah lama dibudidayakan petani di daerah Surakarta dan Yogyakarta, karena itu, Rojolele mempunyai variasi pada sifat-sifat yang diakibatkan oleh seleksi alam dan seleksi yang dilakukan oleh petani, seperti: tinggi tanaman, bentuk gabah, panjang bulu, warna batang, tangkai malai dan bulu, umur, demikian pula tingkat aromanya, sehingga ada 4 macam Rojolele yang dijadikan 4 macam Supertoy. Varietas Rojolele yang disimpan baik di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi (BB Padi), Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Pertanian (BB Biogen) Bogor dan Lembaga Penelitian Padi Internasional (IRRI) di Filipina ada yang mempunyai perbedaan sifat sehingga diberi nomor aksesi berbeda.
2) Cara penyilangan yang dilakukan untuk menghasilkan ‘Supertoy’, yang hanya menaman dua tetua (Rojolele dan Pandanwangi) berdekatan, tidak ada proses penyilangan padi, seperti pengebirian/kastrasi, penyerbukan dsbnya. Padi adalah tanaman menyerbuk sendiri, yang penyerbukannya sudah terjadi sebelum bunga membuka, sehingga proses persilangan alami, kalau ada, sangat kecil. Sangat kecil sekali terjadi persilangan antara dua tanaman yang dekat, apalagi kalau umurnya berbeda. Pemberian enzim pada akar, yang merupakan hormon tumbuh akan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman Rojolele atau Pandanwangi lebih baik dari tanaman sebelumnya, sehingga dianggap sebagai hasil persilangan keduanya karena berpenampilan lebih baik. Namun sifat-sifat dasarnya tidak akan berubah dan bersifat tetap.
3) Persilangan antara dua tetua akan menghasilkan tanaman yang seragam dan memiliki kombinasi sifat-sifat tetuanya, namun hasil keturunan kedua akan mempunyai sifat-sifat yang berbeda antara individu tanaman karena proses mendelisasi atau segregasi. Karena tanaman padi tergolong menyerbuk sendiri maka sifat-sifat tersebut akan mengalami fiksasi yang memerlukan waktu lama ( lebih dari 10 generasi atau 5 tahun).
4) Rojolele adalah varietas lokal daerah Surakarta (Delanggu dan Boyolali). Padi ini mempunyai tinggi tanaman (1,5-2m), daun panjang terkulai warna hijau muda, dengan jumlah gabah yang sedang dan mempunyai produktivitas rendah (3-5 t/ha). Produktivitas dapat ditingkatkan dengan pemupukan dsbnya, sehingga malai lebih panjang dan jumlah gabah lebih banyak, tetapi dengan batang yang tinggi maka tanaman akan rebah, karena tidak mampu menyangga beratnya malai, akibatnya produksi dan kualitas beras turun. Sehingga hasil tidak akan mencapai 10 ton apalagi 14 ton per ha.
5) Hasil ratun pertama (pertanaman kedua) dapat melebihi hasil pertanaman pertama (19 t/ha GKP) ini sangat mustahil. Penelitian tentang ratun di Jepang telah dilakukan pada tahun 1950an. Hasil penelitian tentang ratun sangat tergantung dari varietas, cara pengelolaan, dan lingkungan. Suatu varietas, jumlah anakan pada ratun pertama setiap rumpun memang ada yang melebihi dari pertanaman utama, namun jumlah gabah per malai lebih sedikit dan waktu masak tidak serempak. Penelitian di lapang di Jepang, Cina, India, Amerika Serikat dan Brasil menunjukkan hasil ratun pertama sangat bervariasi dengan rata-rata tidak lebih dari 60% hasil pertanaman utama. Karena itu, pertanaman ratun tidak dianjurkan kepada petani, di samping pengelolaannya yang tidak mudah. Melihat pertanaman ratun ’Supertoy’ di dusun Kranggan, Sanden, Bantul yang anakannya sedikit, diperkirakan hasilnya kurang dari 4 t/ha GKP.
6) Penamaan varietas ’Supertoy’ adalah tidak sah, karena tidak ada SK Mentan. Pemberian nama atau pelepasan suatu varietas ditetapkan oleh Menteri Pertanian atas usulan Tim Penilai dan Pelepas Varietas Tanaman. Untuk melepas suatu varietas harus ada proposal yang berisi tentang bagaimana suatu galur harapan atau calon varietas itu dibentuk, apa tetuanya, kapan disilangkan, tujuan apa, bagaimana metodanya, dan keunggulannya apa dibanding dengan varietas-varietas yang sudah ada dari hasil penelitian di laboratorium dan lapang (uji multilokasi, UML; untuk padi sawah 16 UML).
7) Penanaman secara luas dengan menjual benih kepada petani akan menyalahi undang-undang yang berlaku, karena belum dilepas secara resmi, sehingga tidak akan ada benih tersertifikasi, sebagai syarat untuk penyebaran benih bermutu. Program penanaman secara nasional yang direncanakan dengan bantuan kredit dari bank (KR 3 Desember 2007) sangat mengkhawatirkan, karena petani akan menanggung akibatnya, karena hasilnya tidak akan mencapai 14 – 19 ton per ha dan kredit tidak akan digunakan sebagai pembeli sarana produksi, seperti pupuk dan insektisida. Bahkan besar kemungkinan dengan suplemen-suplemen tertentu yang belum jelas manfaat dan keefektifan fungsinya serta harganya mahal.
8) Varietas ’Supertoy’ atau Rojolele adalah padi lokal berumur panjang (5-6 bulan) dan rentan terhadap hama wereng batang coklat yang merupakan hama utama padi dan sangat ganas. Apabila hama ini sudah mulai menyerang, perkembangan hama akan sangat cepat karena siklus hidup hama ini hanya 28 hari, maka akan berkembang sampai 4 kali siklusnya, sehingga akan lebih berbahaya. Ini akan mengakibatkan timbulnya ledakan hama wereng lagi seperti terjadi tahun 1970an waktu menanam PB5 dan PB 8 yang tidak tahan hama wereng batang coklat, yang menimbulkan kerugian nasional sangat besar.
Kesimpulan dari penelusuran ini adalah bahwa varietas ‘Supertoy’ adalah varietas Rojolele yang sudah diketahui potensi hasilnya rendah (3-5 ton per ha), peningkatan hasil akan memerlukan investasi tinggi dan tidak akan mencapai 14 atau 18 ton gabah per hektar. Penanaman secara luas akan berbahaya karena varietas ini sangat rentan terhadap hama wereng batang coklat.
Monday 8 September 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment